Tuesday, September 24, 2013

Hikmah dari Balik Dighaibkannya Masa Depan

Dari sekian banyak film, roman, maupun novel yang ada, kisah perjuangan manusia mencari jawaban atas teka-teki masa depan hidupnya sudah menjadi salah-satu bagian sejarah tema yang tidak kenal mati mewarnainya. Hayalan menembus lorong waktu yang mampu memasuki masa depan adalah salah-satunya. Bahkan tema ini juga tidak bisa kita lepaskan dalam kehidupan real kita sehari-hari. Tengok saja bagaimana persoalan perdukunan yang dari dulu hingga kini terus hidup dalam tema fikiran dan kehidupan manusia, tentu hal utama yang mendorongnya tetap eksis adalah diakibatkan dari hasrat manusia untuk mengetahui masa depannya. Apakah yang dimaksud kalimat "mencari jati diri" itu dimaksudkan atas usaha mencari tahu masadepan hidup itu? mungkin saja demikian, sebab pertanyaan siapakah aku, mau jadi apa aku nanti, dengan siapakah aku akan menikah, dan pertanyaan-pertanyaan senada lainnya adalah pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh para pencari jati diri, dan persoalan itu adalah persoalan masa depan hidupnya.
Dengan demikian, saya berkesimpulan, bahwa pada dasarnya setiap manusia ingin mengetahui jawaban dari tanda tanya yang menyelubungi masa depan hidupnya, dan saya termasuk di dalamnya. Yang membedakannya mungkin dari sisi ikhtiar atau usaha yang dikerjakan untuk memenuhi keinginannya tersebut. Ada yang melalui usaha tanpa kenal lelah, dengan leha-leha, nyantai, putus asa, bahkan ada pula yang melakukannya dengan cara menempuh jalan pintas.

Dalam menyikapi keghaiban masa depan, manusia yang shabar dan tawakkal akan selalu berusaha tanpa kenal lelah mencari jawaban tersebut. Semakin banyak langkah yang mereka lakukan maka semakin banyak jawaban yang sebetulnya telah mereka ketahui dari masa depan hidupnya. orang yang semangat dan tidak kenal lelah mencari jawaban dari keghaiban masa depan hidupnya akan banyak menorehkan sejarah hidup, dan sejarah hidupnya itu adalah jawaban yang dulu dia cari-cari.

Keghaiban masa depan secara tidak langsung adalah tuntunan epektif dari Tuhan Pencipta kita agar kita tumbuh menjadi manusia penuh kreativitas dalam melakoni hidup. Bagaimana mau semangat hidup dan bekerja kalau keadaannya kita sudah tahu ending dari hidup atau pekerjaan itu adalah mengecewakan? Bagaimana kita mau mencoba usaha baru bila keadaan kitanya sudah tahu pekerjaan baru itu tidak akan berhasil? Padahal mencoba adalah bagian dari belajar dan akan menjadi pengalaman berharga bagi masa depan hidup kita. Padahal kegagalan adalah ilmu yang berguna supaya kita sadar untuk tidak mengulanginya kembali.

Keghaiban masa depan bagi orang-orang yang semangat mencari tahu jawabannya dengan amal dan usaha adalah ruang positif yang akan membentuk kehidupannya menjadi manusia yang dewasa, kreatif dan penuh sejarah.

Dan amat kasihan terhadap orang yang ingin mengetahui jawaban keghaiban masa depan lewat bertanya kepada para tukang ramal dan dukun. Tentu bagi mereka nilai kreatifnya akan sangat minim, sebab belum juga melakukan usaha barunya mereka sudah berani membathalkannya hanya lantaran ramalan dari dukun yang ditanyainya menyebutkan bahwa usaha barunya itu tidak cocok baginya. Setiap satu momentum sama seperti tersebut tentu sudah menghilangkan satu kesempatan baginya untuk melakukan usaha yang kelak akan jadi sejarah buatnya, juga telah memutuskan nilai pengalaman yang akan berharga bagi masa depan hidupnya. Orang yang selalu mempercayai para normal pada hakikatnya akan mengalami hidup kaku dalam berekspresi, inovasi maupun kreasi.

Maka aku sangat bahagia karena masa depan hidupku hingga kini masih banyak yang ghaib, sehingga dengan kesadaranku untuk memaknai keghaibannya itu membuat aku terus hidup semangat dan semoga penuh kreatifitas yang bermanfaat, bagiku maupun manusia lainnya... semoga..
READ MORE - Hikmah dari Balik Dighaibkannya Masa Depan

Wednesday, September 18, 2013

Kisah Israiliat Dihukumnya Dua Orang Pemuda yang Bersahabat di Masa Khalifah Umar bin Khaththab

Dalam ceramah-ceramah pengajian atau pun dalam khutbah-khutbah Jum'at, kisah dua orang pemuda yang bersahabat, yang konon terjadi di masa kekhalifahan Umar bin Khatab, ini seringkali masih dibawakan oleh para penceramah yang tidak cermat dalam memilih materi khutbahnya. Para penceramah mungkin tertarik memilih kisah ini karena memang jika dilihat selintas isinya terlihat penuh kebijaksanaan, namun jika dikaji lebih jauh, selain kisah ini tidak berdasar pada fakta sejarah yang benar, isinya pun ternyata sangat bertentangan dengan tema pokok ajaran Islam.

Kisah persahabatan dua pemuda yang beredar luas di masyarakat muslim

Isi ceritanya kurang lebih sebagai berikut:
Alkisah, tersebutlah dua orang pemuda shalih yang bersahabat. Mereka hidup di masa kekhalifahan Umar bin Khaththab. Namun kisah jalinan persahabatannya harus teruji ketika salah-satu dari keduanya melakukan  pelanggaran hukum yang besar, membunuh nyawa orang yang tidak berdosa. Lalu pemuda itu dihadapkan kepada khalifah Umar bin Khaththab untuk diadili. Setelah proses pengadilan berjalan akhirnya keputusan akhir yang diambil oleh hakim adalah hukuman mati bagi sang pemuda itu.
Namun pemuda itu meminta keringanan, yakni memohon kepada Khalifah agar ia diberi waktu untuk menemui ibunya terlebih dahulu sebelum proses hukuman matinya dilangsungkan. Khalifah pun memberi izin, dengan memberikan tenggang waktu yang ditetapkan beserta syarat bahwa sahabat dekatnya harus menjadi jaminan (sandra) dirinya. Agar jika si pemuda pada akhirnya tidak datang pada waktu masa tenggangnya atau berusaha melarikan diri, maka sahabat dekatnya lah yang akan dihukum mati.
Saat si pemuda yang jadi terhukum itu memenuhi keinginannya, ia mengalami halangan besar yang mengakibatkan dirinya terlambat untuk datang tepat waktu. Hampir saja sahabatnya itu dihukum mati. Ketika tali eksekusi telah dijeratkan ke leher kawannya, dan beberapa waktu lagi tali itu akan ditarik ke tiang gantungan, pemuda itu akhirnya datang dengan tergopoh-gopoh. Karena melihat kejujuran dari pemuda itu beserta persahabatan di antara keduanya yang begitu kuat, akhirnya Khalifah membebaskan keduanya.
Selain kisah ini tidak ditemukan dalam Kitab-kitab sejarah Islam yang bisa dipertanggung-jawabkan kebenarannya, kisah ini juga sangat bertentangan dengan ajaran Islam, sehingga tidak mungkin hal demikian rendahnya bisa dilakukan oleh seorang Shahabat Rasulullah yang mulia sekelas Umar bin Khaththab.

Dalam Al-Qur'an sudah tegas menetapkan bahwa dosa seseorang tidak bisa dipikulkan kepada orang lain. Allah Subhaanahu wa Ta'ala berfirman, yang maknanya kurang lebih:
"Sesungguhnya seseorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain" (Q.S. An-Najm [53]: 38)
Menghilangkan nyawa seseorang bukan dengan cara yang haq tidak mungkin pula bisa ditebus kebebasannya hanya dengan sebuah nilai persahabatan dan menepati janji. Secara logika sehat, pertimbangan ini sangat berat untuk diterima. Shahabat Umar yang memiliki karakter sangat teguh dalam beragama, memiliki sifat visioner yang cemerlang, serta selalu berfikiran futuristik dalam menyikapi segala sesuatu, sangat tidak mungkin mengambil keputusan serendah itu, yang bertentangan dengan Al-Qur'an.

Dalam hasil kajian al-ustadz A.D EL. Marzdedeq, ternyata kisah serupa ini ada juga dalam ajaran agama-agama lain. Dalam kitab Paramayoga, terdapat cerita yang berisi kisah persahabatan dua pemuda yang mengalami persoalan hukum yang hampir sama. Dengan nama tokoh Satya (titisan dari Dewa Dharma) dan Sastr (titisan Dewa Soma). Sementara di Yunani dan Romawi kisah ini beralurkan kisah yang sama dengan cerita persahabatan antara Pares dan Philo. Siahkan baca kisah selengkapnya di buku A.D. EL. Marzdedeq (2006), Parasit Aqidah, Syamil, Bandung, hlm: 244-245

Dengan demikian, kisah persahabatan dua orang pemuda ini hanyalah kisah israiliat yang tidak layak untuk dijadikan kisah teladan, apalagi untuk dijadikan bahan rujukan dalam mengambil sebuah keputusan hukum. Kisah ini bukan bersumber dari kisah sejarah nyata. Kisah persahabatan dua orang pemuda ini hanyalah kisah mitos belaka.

Wallahu A'lamu

Bahan bacaan

A.D. EL. Marzdedeq (2006), Parasit Aqidah, Syamil, Bandung, hlm: 244-247
READ MORE - Kisah Israiliat Dihukumnya Dua Orang Pemuda yang Bersahabat di Masa Khalifah Umar bin Khaththab

Monday, September 16, 2013

Sekilas Tentang Sejarah Makanan BACANG atau BAKCANG

BACANG adalah makanan yang sudah tidak asing lagi di telinga kita. Dalam acara-acara pesta sering kali makanan bacang menjadi bagian dari isi snack yang dibagikan panitia. Bukan hanya itu, bacang juga kini sudah menjadi komoditas makanan yang diperjual-belikan oleh sebagian orang di sekitar kita. 

Meski sebetulnya nama bakcang sendiri merupakan nama asing dari nama-nama makanan di sekitar kita, karena sudah dikenalnya, sering kali kita tidak mempertanyakan apa makna dari nama itu. Kita tidak asing dengan nama bala-bala (karena komposisinya bermacam-macam dan terlihat sembrawut/bala), cilok (aci dicolok), cireng (aci digoreng), gehu (toge dalam tahu), batagor (baso tahu goreng), dan lain-lainnya, karena memang nama-nama makanan itu kebanyakan adalah singkatan dari bahasa kita. Namun apakah arti BACANG? Apakah artinya adalah BAso kaCANG? Ternyata bukan. Karena BACANG bukan baso dan di dalamnya pun tidak ada kacang.

Selidik punya selidik ternyata makanan BACANG ini mempunyai sejarah yang panjang dan sangat erat sekali hubungannya dengan kepercayaan suatu agama.

Jika bacang di kita isinya berupa nasi (semacam ketupat) yang di dalamnya berisi daging cingcang, maka BACANG yang aslinya adalah nasi yang dibungkus dengan daun bambu atau anjuang (di sunda namanya pohon Hanjuang), serta isinya adalah daging babi yang dicincang. Lalu kenapa bungkus yang digunakan harus pakai daun bambu atau anjuang? Berikut akan saya coba paparkan sejarahnya.

Bacang adalah merupakan makanan dari dataran Cina, tepatnya dari negeri Chou (atau Zhou), dengan nama asli "Ba Cang". Dan bacang erat kaitannya dengan sejarah kerajaan Chou, yakni sejarah antara mentri Khut Gwan (Wikipedia Indonesia dan artikel-artikel lain menyebutnya Qu Yuan) dengan sang rajanya. Mentri Khut Gwan merupakan mentri yang suka menasehati rajanya, namun sering kali nasihatnya diabaikan oleh sang raja. Bahkan suatu saat Khut Gwan malah difitnah yang menyebabkan dirinya dipecat dari kedudukan mentrinya oleh sang raja. Peristiwa pemecatan dan pengabaian nasihatnya kemungkinan besar menjadi faktor utama dirinya menjadi prustasi.

Mentri Khut Gwan akhirnya melakukan upaya bunuh diri dengan menjatukan diri ke sungai (konon nama sungainya adalah Miluo) sambil memeluk batu besar yang mengakibatkan dirinya tenggelam dan meninggal. 

Raja Chou menginsafi kekeliruannya dan menyesal. Dia kemudian menyuruh orang-orang untuk mencari mayatnya. Namun usaha yang dilakukan gagal. Mayat Khut Gwan tidak ditemukan. Penyesalan sang raja Chou kemudian mendorongnya untuk melakukan ritual permohonan maaf dengan menghanyutkan makanan ke sungai tempat Khut Gwan menceburkan diri. Namun makanan itu setiap kali baru dihanyutkan langsung habis dimakan ikan. Namun pada suatu malam, konon roh Khut Gwan datang dalam mimpi dan berpesan agar makanan itu dibungkus dengan daun anjuang dan daun bambu. Saran dalam mimpi itu kemudian dituruti. Dibuatnya nasi dengan isian daging babi dan dibungkusnya dengan daun anjuang dan daun bambu. Makanan itu kemudian diberi nama Ba Cang. Sementara makanan tawar yang terbuat dari tepung ketan dan dibungkus

sama dinamainya dengan Kwe Cang. Dua makanan ini dilemparkan ke sungai. Kejadian ini menjadi upacara adat yang terus dilakukan dalam setiap perayaan pesta air orang Tionghoa.

Makanan bacang tidak haram sepanjang isinya bukan daging babi atau barang-barang yang diharamkan oleh Allah. Bacang juga tidak haram jika tidak dijadikan sebagai makanan yang dipersembahkan untuk jin, setan, atau thaghut-thagut yang dipertuhankan. Jika bacang memenuhi unsur keduanya, maka bacang adalah makanan yang diharamkan.

Sekian dulu info sejarahnya, semoga bermanfaat...!
____________________________________________________

Referensi: A.D. EL. Marzdedeq (2006), Parasit Aqidah, Syamil, Bandung, hlm: 18
READ MORE - Sekilas Tentang Sejarah Makanan BACANG atau BAKCANG

Saturday, September 14, 2013

Sejarah Awal Mula Masyarakat Arab Menjadi Penyembah Berhala

Apabila kita mengkaji kembali sejarah perjalanan Nabi Ibrahim 'alaihissalam beserta istri (Siti Hajar) dan anaknya (Isma'il 'alaihissalam) dalam memenuhi perintah Allah Subhaanahu wa Ta'ala untuk mendiami lembah Makkah yang tandus dan gersang, maka kita bisa mengambil kesimpulan bahwa mereka adalah orang-orang pertama yang secara menetap mendiami tempat tersebut. Berkat do'a nabi Ibrahim 'Alaihissalam yang dikabulkan Allah Subhaanahu wa Ta'ala, tempat yang dahulunya tandus dan gersang itu kemudian menjadi tempat subur dan penuh keberkahan, sehingga mengundang banyak orang untuk ikut diam di sana. Siti Hajar dan Ismail yang awal mulanya ditinggal sendirian Oleh Ibrahim 'alaihissalam di tempat itu, pada masa Ibrahim mengunjunginya kembali ternyata tempat itu sudah berubah jauh dari semula. Kini sudah banyak masyarakat yang ikut bermukim di sana. Ibn Katsir mengisahkan, bahwa orang yang pertama ikut mukim di sana adalah Keluarga Jurhum. Mereka tertarik untuk singgah dan menetap di sana lantaran tempat bermukimnya Siti Hajar dan Ismail yang subur dengan air zamzamnya. Keluarga nabi Ibrahim dari waktu ke waktu menjadi keluarga besar dengan melahirkan keturunan-keturunan yang sebagian besar dari mereka diangkat oleh Allah sebagai nabi-Nya.

Namun setelah masa-masa para nabi keturunan Ibrahim itu berlalu cukup lama, pergeseran peradaban dan kebudayaan tentunya tidak bisa dipungkiri lagi keberadaannya. Tanpa pembimbing yang benar, sebuah masyarakat akan terbawa arus pemikiran dan hasrat nafsu yang keliru, apa lagi jika di tengah-tengah mereka lahir seorang pemimpin yang berpengaruh terhadap mereka namun penuh kesesatan. Dan itu lah yang terjadi dengan masyarakat Arab Hijaz (Makkah).

Kelompok terkemudian yang menduduki kota Makkah adalah Bani Khaza'ah (keturunan/suku Khaza'ah). Khaza'ah merupakan kelompok pecahan dari kerajaan Saba. Mereka pergi dari Saba dan menetap di tengah kota Makkah sesaat setelah kerajaan Saba mengalami kehancuran. (lihat Ibn Katsir (2011), Mukhtashar Al Bidayah wa An Nihayah, Pustaka Azzam, Jakarta, hlm: 129).

Khaza'ah menguasai kota Makkah sampai kurang lebih 300 tahun. Pada masa kepemimpinan mereka itu lah masyarakat Makkah dibawa untuk menyembah berhala. Salah satu pemimpin dari kalangan mereka yang pertama kali mengajak masyarakat Makkah untuk menyembah berhala adalah Amru bin Luhayyi.

Amru bin Luhayyi merupakan pemimpin yang sangat kaya di Hijaz. Untuk menunjukkan kekayaannya ia pernah mencongkel mata 20 ekor unta, sebagai kebiasaan di kalangan mereka untuk menandakan bahwa dirinya memiliki 20.000 ekor unta jantan. Perkataan dan perbuatannya selalu menjadi syari'at yang harus diikuti dan dilaksanakan oleh masyarakatnya. Hal itu dikarenakan kemuliaan, kehormatan, dan kedudukannya di tengah-tengah kaumnya.

Pada suatu hari Amru bin Luhayyi membawa patung Hubal yang diletakkan di suatu tempat di Makkah. Kemudian ia memerintahkan semua manusia untuk menyembah dan mengagungkannya. Mulai saat itu bertebaran lah berbagai patung di Arab. (ibid. hlm:136-137)
READ MORE - Sejarah Awal Mula Masyarakat Arab Menjadi Penyembah Berhala

Tentang Kami

Blog ini kami buat secara khusus untuk mengetengahkan hasil kajian sejarah terkait cerita-cerita mitos, cerita-cerita israiliat, maupun legenda-legenda yang berkembang dari mulut ke mulut, yang semuanya berbau kepercayaan yang beredar luas di masyarakat, yang landasan sumber kisahnya tidak bisa dicari kebenarannya selain hanya sebatas buah dari hayalan-hayalan semata. Istilah mitos yang sering kita pakai untuk menamakan cerita-cerita berbau kepercayaan yang sifatnya hanya hayalan semata itu tidak jauh berbeda maknanya dengan istilah israiliat dalam dunia Islam. Itulah mengapa kami menamai blog ini dengan Mitos dan Israiliat. 

Istilah israiliat dipakai untuk menamai kisah-kisah berbau kepercayaan tahayul dan kemusyrikan, awal mulanya dilantarankan oleh kronologi beredarnya cerita-cerita itu atas usaha para kaum munafik yahudi yang sengaja ingin mengotori ajaran aqidah Islam. Para kaum Yahudi yang selanjutnya masuk Islam, dalam perkembangan sejarahnya ternyata banyak yang belum bisa melepaskan ajaran agama lamanya. Bahkan banyak dari kalangan mereka yang menceritakan kembali kisah-kisah berbau kepercayaan dan sejarah masa lampau kepada anak cucunya yang muslim dengan referensi agama lamanya itu. Kisah-kisah berbau Islam, tapi bukan bersumber dari ajaran Islam, itu kemudian beredar luas di tengah ummat ini dan sering kali diyakini kebenarannya oleh sebagian besar ummat. 

Seperti halnya cerita-cerita israiliat yang berhasil menyusup kepada berbagai macam persoalan aqidah Islam, kisah-kisah mitos dari agama lain pun seringkali masih banyak mempengaruhi kepercayaan dan keimanan mereka. Sering kali, karena sangat populernya kisah itu di kalangan masyarakat muslim, banyak dari kalangan ummat Islam yang mempercayai cerita itu sebagai kebenaran, atau sekurang-kurangnya masih mempengaruhi kepercayaan mereka. Aqidah tauhid murni yang diajarkan Islam, dengan menyusupnya kepercayaan-kepercayaan itu, menjadi banyak ternodai. Wajah ajaran Islam menjadi tidak lagi berbeda dengan agama lain yang penuh dengan kemusyrikan. 

Sudah seyogianya lah bagi kita yang menganut Islam karena ketertarikan akan ajaran Aqidahnya yang murni tauhid millah Ibrahim, mewaspadai dan membentengi diri dari mitos-mitos atau kisah israiliat yang beredar di sekitar kita dengan memperbanyak wawasan sejarah dan keilmuan tauhid yang mencerahkan. Harapan besar, semoga dengan hadirnya blog ini bisa menambah wawasan keilmuan bagi siapa pun yang sedang haus mencari kebenaran, dan berusaha membersihkan kepercayaannya dari anasir-anasir kemusyrikan yang akan mengotori aqidahnya.
READ MORE - Tentang Kami