Wednesday, September 18, 2013

Kisah Israiliat Dihukumnya Dua Orang Pemuda yang Bersahabat di Masa Khalifah Umar bin Khaththab

Dalam ceramah-ceramah pengajian atau pun dalam khutbah-khutbah Jum'at, kisah dua orang pemuda yang bersahabat, yang konon terjadi di masa kekhalifahan Umar bin Khatab, ini seringkali masih dibawakan oleh para penceramah yang tidak cermat dalam memilih materi khutbahnya. Para penceramah mungkin tertarik memilih kisah ini karena memang jika dilihat selintas isinya terlihat penuh kebijaksanaan, namun jika dikaji lebih jauh, selain kisah ini tidak berdasar pada fakta sejarah yang benar, isinya pun ternyata sangat bertentangan dengan tema pokok ajaran Islam.

Kisah persahabatan dua pemuda yang beredar luas di masyarakat muslim

Isi ceritanya kurang lebih sebagai berikut:
Alkisah, tersebutlah dua orang pemuda shalih yang bersahabat. Mereka hidup di masa kekhalifahan Umar bin Khaththab. Namun kisah jalinan persahabatannya harus teruji ketika salah-satu dari keduanya melakukan  pelanggaran hukum yang besar, membunuh nyawa orang yang tidak berdosa. Lalu pemuda itu dihadapkan kepada khalifah Umar bin Khaththab untuk diadili. Setelah proses pengadilan berjalan akhirnya keputusan akhir yang diambil oleh hakim adalah hukuman mati bagi sang pemuda itu.
Namun pemuda itu meminta keringanan, yakni memohon kepada Khalifah agar ia diberi waktu untuk menemui ibunya terlebih dahulu sebelum proses hukuman matinya dilangsungkan. Khalifah pun memberi izin, dengan memberikan tenggang waktu yang ditetapkan beserta syarat bahwa sahabat dekatnya harus menjadi jaminan (sandra) dirinya. Agar jika si pemuda pada akhirnya tidak datang pada waktu masa tenggangnya atau berusaha melarikan diri, maka sahabat dekatnya lah yang akan dihukum mati.
Saat si pemuda yang jadi terhukum itu memenuhi keinginannya, ia mengalami halangan besar yang mengakibatkan dirinya terlambat untuk datang tepat waktu. Hampir saja sahabatnya itu dihukum mati. Ketika tali eksekusi telah dijeratkan ke leher kawannya, dan beberapa waktu lagi tali itu akan ditarik ke tiang gantungan, pemuda itu akhirnya datang dengan tergopoh-gopoh. Karena melihat kejujuran dari pemuda itu beserta persahabatan di antara keduanya yang begitu kuat, akhirnya Khalifah membebaskan keduanya.
Selain kisah ini tidak ditemukan dalam Kitab-kitab sejarah Islam yang bisa dipertanggung-jawabkan kebenarannya, kisah ini juga sangat bertentangan dengan ajaran Islam, sehingga tidak mungkin hal demikian rendahnya bisa dilakukan oleh seorang Shahabat Rasulullah yang mulia sekelas Umar bin Khaththab.

Dalam Al-Qur'an sudah tegas menetapkan bahwa dosa seseorang tidak bisa dipikulkan kepada orang lain. Allah Subhaanahu wa Ta'ala berfirman, yang maknanya kurang lebih:
"Sesungguhnya seseorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain" (Q.S. An-Najm [53]: 38)
Menghilangkan nyawa seseorang bukan dengan cara yang haq tidak mungkin pula bisa ditebus kebebasannya hanya dengan sebuah nilai persahabatan dan menepati janji. Secara logika sehat, pertimbangan ini sangat berat untuk diterima. Shahabat Umar yang memiliki karakter sangat teguh dalam beragama, memiliki sifat visioner yang cemerlang, serta selalu berfikiran futuristik dalam menyikapi segala sesuatu, sangat tidak mungkin mengambil keputusan serendah itu, yang bertentangan dengan Al-Qur'an.

Dalam hasil kajian al-ustadz A.D EL. Marzdedeq, ternyata kisah serupa ini ada juga dalam ajaran agama-agama lain. Dalam kitab Paramayoga, terdapat cerita yang berisi kisah persahabatan dua pemuda yang mengalami persoalan hukum yang hampir sama. Dengan nama tokoh Satya (titisan dari Dewa Dharma) dan Sastr (titisan Dewa Soma). Sementara di Yunani dan Romawi kisah ini beralurkan kisah yang sama dengan cerita persahabatan antara Pares dan Philo. Siahkan baca kisah selengkapnya di buku A.D. EL. Marzdedeq (2006), Parasit Aqidah, Syamil, Bandung, hlm: 244-245

Dengan demikian, kisah persahabatan dua orang pemuda ini hanyalah kisah israiliat yang tidak layak untuk dijadikan kisah teladan, apalagi untuk dijadikan bahan rujukan dalam mengambil sebuah keputusan hukum. Kisah ini bukan bersumber dari kisah sejarah nyata. Kisah persahabatan dua orang pemuda ini hanyalah kisah mitos belaka.

Wallahu A'lamu

Bahan bacaan

A.D. EL. Marzdedeq (2006), Parasit Aqidah, Syamil, Bandung, hlm: 244-247
Komentar Facebook
0 Komentar Blogger

No comments :

Post a Comment